Mulyadi Korwil Luwu Raya AMJI RI
Lutim.RedMOL.id — Dugaan pencemaran Sungai Malili kembali menuai sorotan tajam. Perubahan warna air menjadi merah kecoklatan dan berlumpur dinilai bukan sekadar persoalan lingkungan, tetapi juga menyangkut keterbukaan informasi publik oleh pemerintah daerah, khususnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Luwu Timur.
Plt Ketua DPD AMJI RI Kabupaten Luwu Timur, Jayus Sagena, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak boleh menutup diri terhadap informasi yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.
“Dalam persoalan lingkungan seperti Sungai Malili, keterbukaan informasi adalah kewajiban. Pemerintah, khususnya DLH, harus menyampaikan secara jujur dan terbuka apa hasil temuan di lapangan, bukan sekadar pernyataan normatif,” ujar Jayus, Jumat (26/12/2025).
Menurutnya, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui penyebab perubahan kondisi Sungai Malili, termasuk hasil peninjauan lapangan yang kabarnya telah dilakukan DLH di beberapa titik, salah satunya di wilayah pertambangan.
“Kami mendengar adanya kunjungan DLH ke lokasi tertentu, namun sampai sekarang tidak ada laporan resmi yang dibuka ke publik. Ini bertentangan dengan prinsip transparansi dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,” tegasnya.
Jayus menilai, sikap tertutup pemerintah justru akan memicu kecurigaan publik dan memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
Terpisah, Ketua AMJI RI Korwil Luwu Raya, Mulyadi, mendesak DPRD Kabupaten Luwu Timur agar segera mengambil peran aktif dengan menggelar hearing atau rapat dengar pendapat bersama DLH dan instansi terkait.
“DPRD jangan diam. Kami minta DPRD memanggil DLH dan membuka secara terang hasil temuan terkait dugaan dampak pencemaran Sungai Malili. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” tegas Mulyadi.
Ia menekankan bahwa DPRD memiliki fungsi pengawasan yang harus dijalankan secara maksimal, terutama ketika muncul persoalan lingkungan yang berulang dan berdampak langsung pada masyarakat.
“Hearing DPRD adalah ruang resmi untuk membuka fakta. Jangan biarkan isu ini hanya beredar dalam rumor, sementara masyarakat terus dirugikan,” ujarnya.
Mulyadi juga mengingatkan bahwa Sungai Malili bukan hanya aset lingkungan, tetapi sumber ekonomi masyarakat dan simbol keberlanjutan wilayah. Karena itu, segala bentuk dugaan pencemaran harus ditangani secara transparan, akuntabel, dan berbasis data.
“Keterbukaan informasi adalah kunci penyelesaian masalah. Jika memang tidak ada pelanggaran, buka ke publik. Jika ada pelanggaran, maka harus ada tindakan tegas,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Luwu Timur belum memberikan keterangan resmi terkait hasil peninjauan lapangan maupun data penyebab perubahan warna Sungai Malili.
